Kepribadian seseorang telah terbentuk sejak nafas pertama ditiupkan di dalam kandungan. Kepribadian seseorang memang dapat berkembang dan berubah tetapi tidak akan keluar dari sifat-sifat inti atau dasarnya.
Kepribadian merupakan daftar respon berdasarkan nilai-nilai dan kepercayaan yang dipegang kuat. Kepribadian akan mengarahkan reaksi emosional seseorang disamping rasional terhadap setiap pengalaman hidup.
Kepribadian adalah sesuatu atau figur diri yang ingin ditunjukkan atau ditampilkan didalam keseharian yang ditunjunjukkan melalui sikap atau tingkah laku seseorang. Kepribadian juga dapat dirubah dan dapat juga tergantung pada presepsi atau pendapat orang. Sesuai dengan apa yang diinginkan yang akan ditunjukkan dihadapan orang lain.
Secara umum tipe kepribadian manusia berpengaruh dalam gaya pengelolaan organisasi. Ada 4 tipe kepribadian yaitu: promosi, fasilitator, mengontrol dan analitis.
Definisi lainnya dari Hartman (2004), kepribadian adalah proses aktif didalam setiap hati dan pikiran seseorang yang menentukan bagaimana ia merasa, berpikir dan berperilaku.
Pada penjabaran dari Hartman (2004) diatas, dapat disimpulkan bahwa :
Tipe biru dan putih mempunyai komitmen paling tinggi dalam hubungan dengan pasangan. Biru cenderung merasakan komitmen emosional yang mendalam pada orang, sementara putih merasa mudah menerima dan mencintai orang-orang yang dijumpai. Putih toleran dan menerima orang lain. Putih komit tanpa banyak ribut dalam hubungan.
Tipe kuning mempunyai kadar komitmen yang paling rendah, kuning menyukai kesenangan dan tidak suka dikekang.
Tipe merah adalah tipe kepribadian yang paling rendah keintimannya karena kepribadian merah begitu penuh tekad dan produktif sehingga keintiman diabaikan atau disangkal sebagai bukan hal penting.
Definisi Emosi
Emosi adalah objek, yang dalam berbagai bidang ilmu dan juga dalam perbincangan sehari-hari biasa diterima "begitu saja" (terberi, taken-for-granted), yang kini telah menjadi bagian dari wilayah penelitian kajian sosial dan kebudayaan.
Emosi merupakan sifat psikis yang dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti: karakter dari pekerjaan (Hackman & Oldham, 1980), stres (Kahn, 1981), hubungan dengan penyelia (Bass, 1982), kompensasi/gaji(Lawler, 1981).
Menurut Josh Hammond, emosi adalah pengorganisasi yang hebat dalam bidang pikiran dan perbuatan. Dan meskipun demikian, emosi tidak dapat dipisahkan dari penalaran dan rasionalitas.
emosi dapat dikarakterkan sebagai bersifat esensialis dalam pendekatannya.Emosi yang dialami manusia diasumsikan sebagai hasil proses psikobiologis yang bisa diprediksikan. Secara natural pengalaman-pengalaman khusus diasumsikan merangsang munculnya emosi-emosi tertentu, terlepas dari konteks sosial. Dengan begitu emosi-emosi bersifat universal.
Hubungan Personality, emosi dan perilaku organisasi
Perusahaan atau organisasi terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beragam. Hasil penggabungan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk perilaku organisasi. Secara sederhana, perilaku organisasi dapat didefinisikan sebagai perilaku kesatuan dari orang-orang yang memiliki tujuan, keyakinan (beliefs), dan nilai-nilai yang sama.
Pada awalnya perilaku organisasi dibangun oleh tujuan, keyakinan, serta nilai-nilai para pendirinya. Namun. dalam perjalanan, perilaku organisasi kemudian mungkin mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan karakteristik orang-orang di dalam perusahaan tapi tetap untuk mecapai tujuan perusahaan.
Untuk dapat dikatakan sebagai orang yang sukses dalam mencapai tujuan organisasinya, tidak hanya dibutuhkan kecerdasan intelektual namun hal itu lebih banyak dibutuhkan adalah kecerdasan emosional, yaitu aspek-aspek yang berkait dengan kepribadian.
Dari 4 tipe kepribadian (promosi, fasilitator, mengontrol dan analitis) jika diterapkan dalam pengelolaan organisasi hasilnya bisa sangat berbeda. Fasilitator pada dasarnya sifat yang sangat senang berhubungan dengan manusia, memberi perhatian dan ingin dianggap baik. Tipe promosi cenderung ingin menonjol dan berbeda dengan orang lain, mementingkan penampilan dan suka bicara hal yang “tinggi-tinggi”. Ketika kedua prilaku ini bergabung terjadilah perilaku perusahaan yang mementingkan kebutuhan pribadi bukan mementingkan tujuan organisasi namun organisasi menjadi dinamis. Untuk itu diperlukan juga orang dengan tipe kepribadian analitis dan mengontrol agar kinerja organisasi ada yang menganalisis kesalahan dan semua kegiatan terkendali sehingga tujuan organisasi bisa bener2 bercapai.
Selain itu ada lagi sepuluh unsur kepribadian yang patut dimiliki orang2 dalam organisasi (perusahaan) untuk sukses:
- keberanian untuk berinisiatif.
- tepat waktu.
- senang melayani dan memberi.
- senang bekerja sama dan membina hubungan baik dengan para
- partner bisnis.
- senang mempelajari hal-hal baru.
- jarang mengeluh, profesionalisme adalah yang paling utama.
- berani menanggung resiko.
- tidak menunjukkan kekhawatiran (berpikir positif setiap saat).
- “comfortable in their own skin” alias nyaman dengan diri sendiri tanpa perlu berusaha
Tipe2 kepribadian diatas yang akan menggambarkan kecerdasan emosi yang kita miliki.
Kecerdasan emosional (Emotional intelligence) atau disingkat EQ adalah kemampuan seseorang mengendalikan hal-hal negatif seperti kemarahan dan keragu-raguan atau rasa kurang percaya diri saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun menyakitkan dan juga kemampuan untuk memusatkan perhatian pada hal-hal positif seperti rasa percaya diri dan keharmonisan dengan orang-orang disekeliling. EQ lebih banyak berhubungan dengan kepribadian dan "mood" (suasana hati) yang tidak dapat diubah.
Di dalamnya ada empat unsur pokok. Pertama, kemampuan seseorang memahami dan memotivasi potensi dirinya. Kedua, memiliki rasa empati yang tinggi terhadap orang lain. Ketiga, senang bahkan mendorong melihat anak buah sukses, tanpa dirinya merasa terancam. Keempat, asertif, yaitu terampil menyampaikan pikiran dan perasaan dengan baik, lugas, dan jelas tanpa harus membuat orang lain tersinggung.
PARA psikolog mengatakan, rasa sukses dan bahagia akan diraih jika seseorang bisa menggabungkan setidaknya tiga kecerdasan, yaitu intelektual, emosional, dan spiritual
Jika diasumsikan dalam suatu perusahaan. Kemampuan kognitif mengantarkan seseorang ke "pintu gerbang suatu perusahaan", tetapi kemampuan emosional dan sepiritual membantu seseorang untuk mengembangkan diri setelah diterima bekerja dalam sebuah perusahaan. EQ merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk menghasilkan kinerja optimal. Semakin tinggi jabatan seseorang dalam suatu perusahaan, semakin crucial peran EQ.
Seberapa tinggi EQ seseorang mudah terlihat saat kritis, ketika suasananya tidak menguntungkan, bahkan dalam posisi terancam. Dengan tolok ukur ini kita mendapat kesan banyak pejabat tinggi yang EQ-nya rendah meski titel akademisnya tinggi, termasuk dalam penguasaan ilmu agama. Cirinya, pertama, jika bicara cenderung menyakiti dan menyalahkan pihak lain sehingga persoalan pokok tergeser oleh pertengkaran ego pribadi. Yang terjadi kemudian persoalan tidak selesai, bahkan bertambah.
Kedua, rendahnya motivasi kinerja anak buah untuk meraih prestasi karena tidak mendapat dorongan dan apresiasi dari atasan. Pimpinan dengan EQ tinggi akan mampu memotivasi diri, lalu beresonansi pada orang-orang di sekelilingnya, terutama anak buahnya.
Bagi entrepreneur, emosi sangat penting peranannya. Karena, emosi memicu kreativitas dan inovasi kita. Emosi juga mengaktifkan nilai-nilai etika, mendorong atau mempercepat penalaran kita dalam berbisnis. Emosi juga berperan di dalam membangun kepercayaan dan keakraban. Bahkan tak hanya itu, emosi juga akan memotivasi kita, dan membuat kita nyata dan hidup. Selain itu umumnya emosi lebih jujur daripada pikiran atau nalar. Emosi juga memiliki kedalaman dan kekuatan yang bias disebut "jiwa yang menggerakkan kita".
No comments:
Post a Comment